Rabu, 23 Februari 2011

Empat Hektare Penuh Atraksi Basket di Jam Session

Staples Center bukan satu-satunya tempat penuh aksi di NBA All-Star 2011. Los Angeles Convention Center pun disulap jadi theme park temporer pesaing Disneyland. Berikut catatan AZRUL ANANDA.
Pergi ke kawasan Los Angeles? Tidak lengkap kalau belum mampir ke Disneyland atau Universal Studios, atau theme park-theme park lain yang bertebaran di wilayah selatan negara bagian California tersebut.
Masalahnya, kalau datang hanya satu akhir pekan demi NBA All-Star 2011 di Los Angeles, kita mungkin tidak punya waktu untuk mengunjungi tempat-tempat lain. Selama tiga –atau empat hari-- waktu kita mungkin sudah habis di radius 1-2 kilometer di downtown Los Angeles.
Jumat-Sabtu-Minggu, 18-20 Februari, mulai sore sampai malam pasti habis di Staples Center, tempat diselenggarakannya even-even utama NBA All-Star 2011. Pagi sampai siangnya? Mungkin sudah habis untuk menikmati atraksi-atraksi lain yang berkaitan dengan NBA All-Star 2011. Selama akhir pekan ini, sejumlah show dan party yang berkaitan dengan NBA All-Star memang meramaikan downtown Los Angeles.
Tapi yang paling seru, dan paling menghabiskan waktu kalau memang kita mau, ada di Los Angeles Convention Center (LACC). Sebuah ruang ekshibisi raksasa yang letaknya bersebelahan dengan Staples Center.
Dan kalau mau, dari pagi sampai malam, bisa menghabiskan waktu di LACC selama empat hari, dari Jumat sampai Senin (18-21 Februari).
Ada apa di sana? Selama empat hari, LACC digunakan untuk NBA Jam Session. Apa itu? Pada dasarnya, selama empat hari, LACC disulap menjadi sebuah theme park a la Disneyland atau Universal Studios. Bedanya, kalau Disneyland untuk kartun dan Universal untuk film, maka NBA Jam Session adalah untuk basket.
Memang, Jam Session tidak secanggih Disneyland atau Universal, karena bersifat temporer. Tapi, di sana orang tetap bisa bersenang-senang. Bagi warga Los Angeles, mungkin ini adalah atraksi alternatif yang seru, yang belum tentu datang ke kota itu sekali dalam sepuluh tahun.
Sejak 1992, Jam Session memang selalu mengiringi kehebohan NBA All-Star, di mana pun even itu berkunjung. Dengan demikian, mereka (mayoritas) penggemar yang tidak bisa (atau tidak mampu) membeli tiket nonton All-Star tetap bisa menikmati kehebohannya.
***
Berkunjung ke Jam Session, kita harus sama siapnya dengan ketika berkunjung ke Disneyland atau Universal Studios. Bagi penggemar basket –khususnya NBA-- di Indonesia, contoh “mini”-nya ada. Yaitu NBA Madness, yang sudah diselenggarakan Jawa Pos Group dan DBL Indonesia (pengelola Development Basketball League dan National Basketball League Indonesia) pada 2009 dan 2010.
Bila NBA Madness diselenggarakan di atrium mal-mal, yang biasanya hanya cukup untuk menampung satu “setengah lapangan basket” plus berbagai booth sponsor, maka Jam Session ini ratusan kali lebih besar.
Tepatnya seluas empat hektare! Ya, empat hektare!
Meski superluas, menikmatinya tetap butuh perjuangan hebat. Sebab, antrean sudah akan didapat dari pintu masuk Los Angeles Convention Center sampai hampir semua “wahana” di dalam Jam Session.
Padahal, untuk masuk tidaklah gratis. Harga tiket per harinya di kisaran USD 30 atau sekitar Rp 270 ribu. Enaknya jadi tamu VIP NBA sepanjang ajang NBA All-Star, rombongan DBL dan NBL Indonesia bukan hanya dapat fasilitas keluar-masuk gratis, tapi juga bebas antrean lewat pintu ekspres.
Begitu masuk –dan melewati berbagai pemeriksaan sekuriti-- suasana langsung terasa heboh. Ada “lorong” besar berdinding kain bergambarkan bintang-bintang NBA All-Star 2011. Di tengahnya, ada jalur berjalan ala karpet merah, tapi berupa jalur bercorak kayu khas lapangan basket.
Di kanan-kirinya pun ada “penyambutan.” Kalau bintang Hollywood disambut jepretan banyak fotografer, kalau pengunjung Jam Session disambut puluhan staf even yang menepuk-nepukkan balon tongkat (clapper) khas penonton basket. Tidak jarang mereka mengajak pengunjung toast. Bagi penonton, rasanya pun seperti jadi pemain basket yang akan masuk ke lapangan dan disambut oleh para penonton!
Di dalam, tinggal pilih mau ke “wahana” mana. Total, ada tujuh lapangan penuh temporer untuk berbagai permainan. Mulai 3-on-3, laga-laga ekshibisi komunitas, dan lain-lain. Yang utama disebut Center Court, yang mungkin lebih tepat disebut sebagai stadion temporer. Sebab, bukan hanya lapangan yang terpasang. Di sekelilingnya ada pula tribun tiga sisi berkapasitas sekitar 2.000 orang. Di salah satu sisi, ada pula dua layar LED besar, plus scoreboard besar di tengah-tengahnya. Selain itu ada pula tujuh “setengah lapangan” bertebaran, untuk keperluan sponsor, klinik basket anak-anak, dan lain-lain.
Bagi yang gila merchandise, di tengah-tengah LACC ada NBA Store. Kalau lagi ramai-ramainya, untuk masuk toko superluas itu perlu antre. Ketika mau bayar, juga harus ada antrean menuju kasir. Padahal, jumlah kasirnya belasan!
Setiap hari, ada sejumlah pemain atau mantan pemain NBA hadir. Termasuk untuk duduk di kawasan khusus, melayani permintaan tanda tangan para penggemar.
***
NBA All-Star 2011 mungkin bisa dibilang sukses besar. Paling tidak dalam menyedot perhatian, baik di Amerika Serikat sendiri maupun di dunia. Rating televisi kontes slam dunk hari Sabtu (19/2) disebut gila-gilaan. Di AS, ditonton sampai 8,1 juta orang, tertinggi dalam 26 tahun sejarah penyelenggaraan.
Blake Griffin, bintang muda Los Angeles Clippers yang memenangi kontes slam dunk setelah melompati sebuah mobil, instan jadi superstar dunia. “Bau-bau” kontes itu sudah di-setting semakin kentara ketika kita melihat toko merchandise utama di Staples Center hari Minggu (20/2), sebelum laga puncak NBA All-Star.
Di pintu masuk LA Team Store, sudah terpampang t-shirt merah bergambarkan Blake Griffin, bertuliskan “Slam Dunk Champion.” Kata seorang staf NBA, kaus itu bahkan sudah dijual Sabtu malam lalu, tidak lama setelah Griffin dinobatkan sebagai pemenang.
Sudah disiapkan Griffin bakal menang? Entahlah. Tapi kalau pun iya, saya tidak komplain, karena kontes Sabtu itu benar-benar menghibur. Dan inti akhir pekan ini memang bukan persaingan yang sehat, melainkan tingkat keasyikan yang harus setinggi mungkin.
Hari Minggu itu, suasana ramai luar biasa. Sebagai tamu VIP NBA, saya dan teman-teman dari DBL dan NBL Indonesia dapat fasilitas ekstra sebelum acara dimulai pukul 17.00 waktu setempat. Kami diajak turun ke lapangan, ditunjukkan kesibukan di balik layar, lalu berfoto di lapangan hanya beberapa menit sebelum acara berlangsung.
Bukan sekadar foto biasa, NBA juga menyiapkan seorang “Legend” (mantan bintang) untuk pose bersama kami (dan sejumlah tamu VIP lain). Dia adalah AC Green, mantan bintang Los Angeles Lakers.
Dalam tur singkat itu, sejumlah bintang besar lain kami jumpai. Seperti David “The Admiral” Robinson, mantan center andalan San Antonio Spurs yang pernah masuk daftar 50 pemain terbaik dalam sejarah. Di “balik layar,” juga bertemu head coach Boston Celtics, Doc Rivers, sedang berbincang dengan head coach Los Angeles Clippers, Vinny del Negro.
Fasilitas ekstra lain yang kami dapat: Lagi-lagi party. Di ajang ini, memang ada banyak sekali pesta untuk para partner dan undangan VIP. Minggu malam setelah laga All-Star, mereka yang dapat undangan khusus diajak menyeberang jalan. Di depan Staples Center, jalan Figueroa memang diblokir, dan kawasan restoran di sekitar situ juga ditutup. Di sana dipasang tenda besar, di dalamnya ada panggung untuk menghibur para tamu.
Beberapa selebriti yang nongol di laga All-Star ikut hadir di situ. Antara lain penyanyi legendaris yang tunanetra, Stevie Wonder.
Soal berlangsungnya laga NBA All-Star sendiri mungkin tak perlu terlalu banyak dibahas di sini. Tim wilayah barat (West) menang, dan bintang tuan rumah dari Los Angeles Lakers, Kobe Bryant, terpilih sebagai Most Valuable Player (MVP) setelah mencetak 37 poin.
Meski demikian, tongkat estafet popularitas agak-agaknya sudah terjadi di Los Angeles. Kobe Bryant mungkin masih bintang paling top, tapi dia sudah sangat disaingi oleh Blake Griffin. Buktinya, saat laga All-Star, para penonton bersama meneriakkan “We want Blake! We want Blake!” ketika pemain Clippers itu duduk di bangku cadangan.
Begitu Griffin masuk lapangan, sorakan hebat pun menyertainya.
Tahun depan, NBA All-Star pindah ke pantai timur Amerika, ke kota Orlando. Apakah bisa menyaingi NBA All-Star 2011 di Los Angeles ini? Tampaknya itu bakal menjadi sebuah tantangan hebat…

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger